Ilustrasi keluarga prasejahtera di Indonesia. Revisi standar garis kemiskinan global oleh World Bank menyebabkan lonjakan angka kemiskinan Indonesia secara statistik internasional.
-
Syaiful Amri
JAMBISNIS.COM - Laporan terbaru World Bank memicu perhatian publik setelah menyebut bahwa angka kemiskinan di Indonesia meningkat tajam jika diukur berdasarkan garis kemiskinan internasional terbaru. Peningkatan ini terjadi bukan karena memburuknya kondisi ekonomi, melainkan akibat perubahan metode perhitungan standar kemiskinan global dari PPP 2017 ke PPP 2021. Dalam laporan berjudul Updated Global Poverty Lines: Indonesia, World Bank mencatat, tingkat kemiskinan Indonesia naik dari 15,6% menjadi 19,9% berdasarkan standar negara berpendapatan menengah bawah, dan dari 60,3% menjadi 68,3% jika diukur berdasarkan standar negara berpendapatan menengah atas.
Perubahan garis kemiskinan ini menjadi sorotan, karena ambang batas pengeluaran harian yang sebelumnya sebesar US$ 6,85 per orang per hari untuk kategori menengah atas kini menjadi US$ 8,3 (sekitar Rp 1,51 juta per bulan). Meski demikian, World Bank menegaskan bahwa data ini tidak merefleksikan kemiskinan riil di dalam negeri, melainkan penyesuaian standar global. Untuk kebijakan nasional, World Bank tetap merekomendasikan penggunaan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS), yang menetapkan garis kemiskinan nasional sebesar Rp 595.242 per kapita per bulan.
Namun, Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Agung Pardini, menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan revisi garis kemiskinan nasional yang dinilai sudah usang karena tak diperbarui sejak 1998. IDEAS memperkirakan, jika menggunakan standar yang lebih tinggi, jumlah penduduk miskin Indonesia bisa mencapai 40 juta jiwa, atau 14,35% dari total populasi. Jika garis kemiskinan dinaikkan ke Rp 758.000 per kapita per bulan, maka satu keluarga miskin (dengan rata-rata 4,71 anggota) harus memiliki pengeluaran minimal Rp 3,5 juta per bulan untuk tidak dikategorikan miskin. Kebijakan ini tentu berdampak signifikan terhadap anggaran negara, khususnya dalam alokasi bantuan sosial.
Dengan dinamika ini, pemerintah menghadapi dilema antara menjaga kredibilitas data kemiskinan dan menjaga keberlanjutan fiskal. Revisi garis kemiskinan pun disebut-sebut masih menunggu persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto.
Jl. Kapt. A. Bakaruddin, Kelurahan Selamat, Kecamatan Danau Sipin, Kota Jambi, 36124
+62
media@jambisnis.com pimred@jambisnis.com
© Design by Jambisnis.com